Shalat jum’at
adalah ibadah fardhu ‘ain bagi laki-laki yang mukallaf, tak ada
ikhtilafdi titik ini. Perbedaan di kalangan ulama fiqih baru muncul pada
tata carapelaksanaannya. Kita tidak perlu terkejut ketika shalat Jumat
di kampungorang lain, yang mana cara pelaksanaannya berbeda dengan
shalat jumat dikampung kita. Dan kita tak perlulah terburu-buru
menganggap bahwa shalat Jumat dikampung “B” salah, bid’ah, atau telah
keluar dari syariat, hanya karenaberbeda tata cara pelaksanaannya dengan
yang biasa kita lakukan.
Muhammadiyahdan NU, sebagai
organisasi Islam yang memiliki massa terbesar di Indonesia,memiki
pendapat yang berbeda dalam hal tata cara pelaksanaan shalat Jumat.
Perbedaantersebut, antara lain terletak pada pertanyaan, apakah adzan
Jumat dilakukansatu kali atau dua kali? Apakah dalam shalat jumat perlu
adanya shalatqobliyah? Apakah petugas khotib perlu menggunakan tombak
sewaktu khotbah?
Ringkasan pada bab ini adalah, sebagai berikut:
Dalam
masalah adzan Jumat,
a. Muhammadiyah berpendapat bahwa adzan Jumat hanya
satu kali yakni setelah khatib naik kemimbar dan menguapkan salam.
Sementara NU berpendapat bahwa adzan Jum’atdilakukan dua kali, sebelum
khatib naik mimbar, dan setelah khatib naik mimbardan mengucapkan salam.
b.
NU berpendapat bahwa shalat qabliyahJumat adalah sunnah, sebagaimana
shalat qabliyah dhuhur, sementara Muhammadiyahtidak menganggapnya bagian
dari sunnah.
c. Petugas Khotib di masjid-masjid NUbiasanya memegang tombak ketika khotbah, bagi Muhammadiyah itu tidak perlu.
Memang, kita
tidak bisa seketika menyimpulkan; misal jika di sebuah masjid adzan
shalatJumat dilakukan dua kali berarti masjid tersebut di kuasai warga
NU, dansebaliknya, jika adzan Jumat cuma satu kali berarti “dikuasai”
wargaMuhamamdiyah. NU dan Muhammadiyah hanya mengeluarkan fatwa, dengan
harapan bisadijadikan rujukan bagi kaum Muslimin, khususnya bagi
kelompoknya. Fatwa-fatwatersebut akan kami jabarkan satu persatu, bukan
dengan maksud untukmengotak-kotakkan. Melainkan agar kita semakin dapat
memahami perbedaanpendapat seputar pelaksanaan shalat Jumat.
Adzan Jumat
1. Muhammadiyah.
Dalam Himpunan
Putusan Tarjih (HPT) Muhammadiyah tidak diterangkan secara rinci
mengenaicara penyelanggaraan shalat Jumat. Demikian pula mengenai
pendapat di sekitarshalat Jumat, seperti mengenai berapa kali adzan,
cara penyampain khutbah,maupun bab shalat qabliyah Jumat.
Dalammemutuskan
kapan adzan dimuai dalam shalat jumat, tarjih menyatakan: “ApabilaImam
telah duduk di atas mimbar, maka adzanlah salah seorang dari kamu
danapabila Imam telah turun dari mimbar maka berqamatlah.”
Dasardari tuntunan di atas, sebagaimana terdapat dalam HPT adalah hadis dari Syaibbin Yazid yang artinya:
“Karena
hadis riwayat Bukhari, Nasaidan Abu dawud dari Saib bin Yazid r.a, yang
berkata: “Adapun seruan pada hariJum’ah itu pertama (adzan) tatkala
Imam duduk di atas mimbar, pada masaRasulullah SAW, pada masa Khalifah
Abu Bakar r.a, pada masa Khalifah Umar r.a,setelah tiba masa Khalifah
Utsman r.a, dan orang semakin banyak maka beliaumenambah adzan ketiga di
atas Zaura (nama tempat di pasar) yang mana pada masaNabi Saw hanya ada
seorang Muadzain.”
TarjihMuhammadiyah mengaku mengikuti
apa yang telah berlaku pada masa Rasululah saw.Jadi, apa yang dilakukan
oleh Khalifah Utsman tidak dilanjutkan atau ditiruoleh Muhammadiyah.
Perlukami
singgung lagi, bahwa HPT Muhammadiyah tidak memberi keterangan yang
lebihjauh berkait pengambilan hukum ini. Namun, penulis perlu
menambahkanalasan-alasan Ulama lain yang sependapat dengan Muhammadiyah
berkaitan masalahadzan Jumat.
Bahwa Khalifah Utsman
menambahkan adzanpertama karena suatu alasan yang masuk akal, yakni pada
masa itu kaum Musliminsemakin banyak jumplahnya dan tempat-tempat
mereka berjauhan dari MasjidNabawi. Beliau hanya ingin menyampaikan
kepada mereka (kaum Muslimin) tentangmasuknya waktu shalat, dengan
mengqiyaskan shalat-shalat lainnya. Oleh karenaitu, beliau memasukkan
shalat Jum’at ke dalamnya dan menetapkan kekhususanJum’at dengan adzan
di depan khatib.
Syaikh al-Albani dalam al-Ajwibahan-Nafi’ah
berpendapat bahwa kondisi sekarang dianggap sudah tidakmemerlukan adzan
tambahan sebelum khatib naik mimbar. Hampir tidak ada seorangpun yang
berjalan beberapa langkah, melainkan pasti mendengar adzan Jum’at
darimenara-menara masjid. Apalagi alat-alat pengeras suara telah
dipasang dimenara-menara tersebut, jam-jam penunjuk waktu dan selainnya
telah tersebar di mana-mana.
Ada pula yang berpendapat bahwa, melakukanadzan Jumat sama seperti yang dilakukan oleh Utsman r.a. sekarang initermasuk di dalam tashiilul haashil
(berusaha mewujudkan sesuatu yangsudah ada) dan ini tidak boleh,
terutama masalah ini mengandung unsur tambahanatas sunnah yang telah
dilakukan oleh Rasulullah Saw. tanpa alasan yangmembenarkannya.
Pendapat tersebut mencoba dikuatkandengan mencermati lagi sejarah, di mana ‘Ali bin Abi Thalib r.a ketikaberada di Kuffah merasa cukup dengan sunnah Rasulullah saw tidak melakukan seperti yang dilakukan oleh ‘Utsman r.a., hal ini seperti yang diungkap didalam Tafsir al-Qurthubi.
2. Nahdlotul 'ulama
Sebagaimana sudah
disinggung di atas, bahwa NU berpendapat sunnah hukumnya adzan
Jumat dilakukan dua kali. Pendapat ini tentu tidak asal-asalan muncul,
melainkan ada hujjahdan dalil yang mendasarinya.
NU
sepakat bahwa di zaman Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar bin Khathab
mengumandangkan adzan untuk shalat Jum’at hanya dilakukan sekali saja.
Penambahan adzan Jumat kemudian dilakukan di zaman Khalifah Utsman bin
Affan r.a. sebelum khatib naik ke atas mimbar, sehingga adzan Jum’at
menjadi dua kali.
KH. CholilNafis, salah seorang pembesar NU
yang mengurusi Lembaga Bahtsul Masail, menyadaribahwa apa yang dilalukan
Khalifah Utsman r.a. dikarenakan melihat manusia sudahmulai banyak dan
tempat tinggalnya berjauhan. Sehingga dibutuhkan satu adzanlagi untuk
memberi tahu bahwa shalat Jum'at hendak dilaksanakan. Apa yangdilakukan
Khalifah tersebut, menurut NU masih dianggap relevan sampai sekarang.
Untukmenguatkan pendapatnya, Cholil Nafis mengutip kitab Shahih al-Bukhari, di sana dijelaskan:
Dari
Sa'ib iaberkata, "Saya mendengar dari Sa'ib bin Yazid, beliau
berkata,“Sesungguhnya adzan di hari jumat pada asalnya ketika masa
Rasulullah SAW, AbuBakar RA dan Umar RA dilakukan ketika imam duduk di
atas mimbar. Namun ketikamasa Khalifah Utsman RA dan kaum muslimin sudah
banyak, maka beliaumemerintahkan agar diadakan adzan yang ketiga. Adzan
tersebut dikumandangkan diatas Zaura' (nama pasar). Maka tetaplah hal
tersebut (sampai sekarang)". (Shahih al-Bukhari)
Pendapat
NU tentangsunnahnya dua adzan pada shalat Jumat juga sejalan dengan
pendapat SyaikhZainuddin al-Malibari, pengarang kitab Fath al-Mu'in, yang mengatakan:
"Disunnahkanadzan
dua kali untuk shalat Shubuh, yakni sebelum fajar dan setelahnya.
Jikahanya mengumandangkan satu kali, maka yang utama dilakukan setelah
fajar. Dansunnah dua adzan untuk shalat Jum'at. Salah satunya setelah
khatib naik kemimbar dan yang lain sebelumnya". (Fath al-Mu'in: 15)
NU menganggapbahwa ijtihad Utsman sebagai ijma’ sukuti,yaitu kesepakatan para sahabat Nabi SAW terhadap hukum suatu kasus dengan caratidak mengingkarinya. Ijma’ sukuti
dianggapmemiliki landasan yang kuat dari salah satu sumber hukum Islam,
yakni ijma'para sahabat. Hal ini sebagaimana termaktub dalam kitab al-Mawahib alLaduniyah sebagaimana juga dikutip oleh Cholil Nafis sebagai berikut:
"Sesungguhnya
apa yang dilakukan oleh SayyidinaUstman ra. itu merupakan ijma' sukuti
(kesepakatan tidak langsung) karena parasahabat yang lain tidak
menentang kebijakan tersebut” (al-Mawahibal Laduniyah, juz II,: 249).
Dalam
menjawabapakah pengambilan hukum tersebut tidak mengubah sunah Rasul?
Dengan tegas NYmenyatakan tidak! Kenapa tidak? Karena mengikuti Utsman
bin Affan r.a. itu juga berarti ikut RasulullahSAW. Sebab Rasulullah saw telah bersabda yang artinya:
"Maka hendaklah kamu berpegang teguh kepadasunnahku dan sunnah al-Khulafa' al-Rasyidun sesudah aku ". (MusnadAhmad bin Hanbal)
Pendapat
lain yang sejalan dengan fiqhNU perihal adzan dua kali sebelum shalat
Jumat beralasan bahwa tambahan satukali adzan meskipun tidak
diperintahkan, tetapi juga tidak dilarang. Karenaperbuatan itu ada yang dilarang, adayang diperintahkan dan ada pula yang tidak dilarang dan juga tidak diperintahkan.Adzan Jumat dua kali memang perbuatan yang tidakdiperintahkan, tetapi juga tidakdilarang, dan mengandung unsur maslahah,selain juga dianggap ijma’ sukuti.
Shalat Qabliyah Jumat
1. Muhammadiyah
Dalam
HPT Muhammadiyah tidak terdapat pembahasan khusus mengenai Shalat
qabliyah Jumat. Namun demikian, pendapat Tarjihberkaitan dengan adzan
Jumat secara langsung membuat konsekwensi terahadapmasalah shalat
qabliyah Jumat.
Shalat qabliyah adalah shalat
yang mengiringi shalat wajib yang dilakukan setelah adzan. Maka, ketika
adzan Jumat cuma sekali dan itu dilakukan ketika khatib berada di atas
mimbar, maka shalatqabliyah pun jadi tidak ada. Ini senada dengan
putusan Tarjih Muhammadiyah yangmenyatakan bahwa: khusus shalat tathawwu’pada
hari Jumat jumrah raka’atnya tidak terbatas, sehingga dapat
dikerjakanbegitu berada di dalam masjid sesudah tahiyatul Masjid hingga
datang Imamshalat, (yang mana Imam tersebut akan bersalam dan duduk,
kemudian adzandilakukan).
Sementara untuk shalat sunnah sesudahshalat Jumat dapat dilakukan dengan dua atau empat Raka’at. Yang dimaksudShalat tathawwu’
di sini adalahshalat sunnah tahiyatal masjid dan shalat sunnah selain
qabliyah Jumat. karenashalat sunnah qabliyah dilangsungkan setelah
adzan.
Pendapat Tarjih sejalan dengan pendapatImam
Malik, dan sebagian penganut Hanabilah dalam riwayat yang masyhur.
AdapunDalil yang menerangkan tidak dianjurkannya shalat sunnat qabliyah
Jum'at adalahsebagai berikut:
Hadistdari Saib Bin Yazid: "Pada
awalnya,adzan Jum'at dilakukan pada saat imam berada di atas mimbar
yaitu pada masaNabi SAW, Abu bakar dan Umar, tetapi setelah zaman Ustman
dan manusia semakinbanyak maka Sahabat Ustman menambah adzan menjadi
tiga kali (memasukkaniqamat), menurut riwayat Imam Bukhori menambah
adzan menjadi dua kali (tanpamemasukkan iqamat). (H.R. riwayat Jama'ah kecuali Imam Muslim).
Dengan
hadist di atas Ibnu al-Qoyyimberpendapat, "Ketika Nabi keluar dari
rumahnya langsung naik mimbarkemudian Bilal mengumandangkan adzan.
Setelah adzan selesai Nabi SAW langsungberkhutbah tanpa adanya pemisah
antara adzan dan khutbah, lantas kapan Nabi SAWdan jama’ah itu
melaksanakan shalat sunnat qabliyah Jum'at?”
Demikianlah hujjah dari Muhammadiyahtentang tidak adanya shalat qabliyah Jumat.
2. Nahdlotul 'ulama
Dalam masalah shalat qabliyah Jumat NUpendapat bahwa shalat qabliyah Jumat adalah sunnah hukumnya, dikarenakandalilnya lebih rajih
(unggul).Pendapat ini sejalan dengan Imam Abu Hanifah, Syafi'iyyah
(menurut pendapat yangdalilnya lebih tegas) dan pendapat Hambaliah dalam
riwayat yang tidak masyhur,demikian Cholil Nafis.
Adapun dalil yang dipakai untukmenyatakan dianjurkannya sholat sunnah qabliyah Jum'at adalah hadist RasulullahSAW yang artinya:
"Semua shalatfardlu itu pasti diikuti oleh shalat sunnat qabliyah dua raka’at". (HR.IbnuHibban yang telah dianggap shohih dari hadist Abdullah Bin Zubair).
Dari hadist di atas maka dapatdimengerti bahwa semua shalat fardhu, termasuk shalat Jumat terdapat shalatsunnah qabliyah.
Selain hadist di atas juga ada hadistRasulullah saw lainnya, yang artinya:
Diriwayatkandari
Abi Hurairah r.a. berkata: Sulayk al-Ghathafani datang (ke
masjid),sedangkan Rasulullah saw sedang berkhuthbah. Lalu Nabi SAW
bertanya: Apakahkamu sudah shalat sebelum datang ke sini? Sulayk
menjawab: Belum. Nabi SAWbersabda: Shalatlah dua raka’at dan ringankan
saja (jangan membaca suratpanjang-panjang)” (Sunan Ibn Majah).
Berdasar dalil-dalil tersebut, Imam an-Nawawimenegaskan dalam kitab al-Majmu’Syarh al-Muhadzdzab: “Disunnahkan
shalat sunnah sebelum dansesudah shalat jum’at. Paling sedikit dua
raka’at sebelum dan sesudah shalatjum’at. Namun yang paling sempurna
adalah shalat sunnah empat raka’at sebelumdan sesudah shalat Jum’at”. (AlMajmu’, Juz 4: 9)
Memegang Tongkat pada Saat Khutbah
Tarjih Muhammadiyah
tidak membahas permasalahan apakah ketika khatbah, khatib membawatombak
atau benda-benda lain di atas mimbar atau tidak? Dalam HPT
hanyadinyatakan: “Sebelum shalat hendaklah Imam berkhutbah dua kali
dengan berdiridan duduk di atantara kedua khutbah itu. Di dalam khutbah
Imam supaya membacaayat al-Qur’an dan memberikan peringatan-peringatan
kepada orang banyak”.Tuntunan demikian didasarkan pada pandangan hadist
Sumarah r.a. Ibnu Umar, dariHadist Abu Hurairah, yang artinya:
“Karena
hadist riyawat jama’ah kecuali Bukhari dan Tirmidzi dari Jabir
binSamurah r.a. yang berkata: “Adalah Rasulullah berkhutbah sambil
berdiri danduduk di antara dua khutbah, dan membaca beberapa ayat
al-Qur’an dan memberiperingatan kepada orang banyak.”
Sementara
ituNU, melalui lembaga Bahtsul Masail sependapat dengan jumhur ulama
fiqh yangmengatakan bahwa sunnah hukumnya khatib memegang tongkat dengan
tangan kirinyapada saat membaca khutbah.
Dalam masalahini NU bermadzhab Syafi’iyyah, di mana di dalam kitab al-Umm diterangkan: Imam Syafi'i berkata:
“Telah sampai kepada kami (berita) bahwaketika Rasulullah saw
berkhuthbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yangmengatakan, beliau
berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah.Semua
benda-benda itu dijadikan tempat bertumpu (pegangan).
Ar-Rabi'mengabarkan dari Imam Syafi'i dari Ibrahim, dari Laits dari
'Atha', bahwaRasulullah SAW jika berkhutbah memegang tongkat pendeknya
untuk dijadikan pegangan".(al-Umm)
Hadist Rasulullah saw, yang artinya:
Dari
Syu'aib bin Zuraidj at-Tha'ifi ia berkata ''Kamimenghadiri shalat
Jum'at pada suatu tempat bersama Rasulullah SAW. Maka Beliau berdiri
berpegangan pada sebuah tongkat atau busur". (Sunan Abi Dawud).
Al Gazali dalam Ihya Ulumuddin, juga telah menulis:
Apabila
muadzintelah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jama' ah
dengan wajahnya.Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua
tangannya memegang pedangyang ditegakkan atau tongkat pendek serta
(tangan yang satunya memegang)mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan
kedua tangannya. (Kalau tidak begitu)atau dia menyatukan tangan yang
satu dengan yang lain". (Ihya' 'Ulum al-Din)
Memegangtongkat
selama khotbah selain merupakan sunnah (pernah dilakukan Rasul)
jugadianjurkannya sebagai cara untuk mengikat hati (agar lebih
konsentrasi) danagar tidak mempermainkan tangannya. Demikian dalam kitab
Subulus Salam,juz II, sebagaimana dikutip dari Cholil Nafis.Baca juga:
Islamnya Umar bin khattab
0 komentar:
Posting Komentar